Fera Susanti Anmartias

Guru Bahasa Inggris MTsN 3 Pasaman Barat, Sumatera Barat yang hobi memotret, bermedsos dan menulis. Baru belajar menulis merangkai kata agar bermakna. A...

Selengkapnya
Navigasi Web
Peto Syarif

Peto Syarif

#event_cinta_Indonesia

Penulis : Fera susanti

Judul : Peto Syarif

Jumlah kata :

Aku memandang bangunan besar bergonjong ala Minangkabau itu. Megah. Taman luas, bersih,rapi, indah menawan disekeliling menambah kemegahannya. Ada patung besar seorang laki-laki berjubah putih menunggang kuda besar terpajang di halamannya. Rasa bangga dan keharuan tiba-tiba memuncak di jiwa.

Ada sekelumit rindu menyayat kalbu. Melintas ruang dan waktu aku kembali di sini. Tanah kelahiranku. Tanah yang dilintasi garis khatulistiwa, Bonjol.

Kulangkahkan kaki menapaki ruangan demi ruangan dalam gedung besar ini. Memandang banyak beraneka lukisan, potret rupa wajahku terpajang. Juga kutemukan reliefku sedang di atas kuda. Bersorban. Gagah. Memegang pedang dengan wajah yang penuh amarah. Pada penjajah Belanda yang selalu mengadu domba.

Melangkah ke lantai dua. Ada banyak duplikat alat perangku dulu berjejer rapi. Pedang, keris, kurambik, tombak, busur dan panah beracun. Serta jubah dan sorban tergantung dalam lemari. Berbagai gerabah alat memasak para bundopun ada disana. Juga beberapa lembar kitab dan Al Qur'an tua milikku.

Ah, serasa kembali aku kemasa itu. Saat kaum adat dan kaum ulama di adu domba oleh penjajah durjana. Memainkan politik Devide et impera. Politik pecah belah anak bangsa terjajah.

Ranah yang bergejolak pada tahun 1803-1838. Kaum adat ingin mempertahankan beberapa tradisi di bantu Belanda akhirnya memerangi saudara sendiri.

Aku bersama Tuanku Tambusai, Tuanku Nan Renceh , Harimau Nan Salapan dan para ulama lain terus bahu membahu menegakkan amal makruf nahi mungkar. Menyadarkan kembali kaum adat dari kekhilafan mereka hingga tersadar akan politik pecah belah kaum penjajah. Kemudian bersama memerangi Belanda.

Malangnya aku dijebak dengan perundingan. Ditangkap hingga diasingkan jauh ke negri orang sana. Ribuan kilometer terpisah dari anak,istri, serta sanak saudara.

Kudengarkan orang-orang sedang bercakap-cakap. Terputus lamunku akan masa lalu.

"Tuanku Imam Bonjol lahirnya di mana Bunda?" Suara gadis kecil itu memesonaku.

"Tuanku Imam Bonjol lahir di sini, Dek. Di Bonjol ini. Dia pahlawan kebanggaan kita orang Minang, orang Bonjol, Pasaman, Sumatra Barat". Sahut perempuan dewasa berbaju kurung basiba dan bertutup kepala.

Baju kurungnya mengingatkanku akan pakaian anak gadis kaum perempuan masa lampau. Masih terjaga cara berpakaian para 'bundo kanduang'.

"Lalu kuburan Tuanku Imam Bonjol dimana Bunda?" Terdengar tanya gadis kecil itu lagi.

Wanita itu menjawab sambil tersenyum, "Tuanku Imam Bonjol dimakamkan jauh dari sini, Dek. Di daerah Lotta, kecamatan Pineleng, kabupaten Minahasa, Sulaewesi Utara."

"Sulawesi? Jauh sekali itu ya, Bunda! Kasihan Tuanku Imam Bonjol ya, Bunda!"

"Iya ... sayang, kita kirim doa dan Al Fatihah untuk Tuanku Imam Bonjol. Semoga Allah menempatkan pahlawan kita di surgaNya."

Aduhai, sungguh aku terharu mendengarnya. Terima kasih para cicitku. Para kemenakan. Keturunan keponakan yang kutinggalkan dulu. Terima kasih atas doa dan penghargaan kalian.

Membangun Museum Tuanku Imam Bonjol di tanah kelahiranku. Menjadikan makamku di Minahasa sebagai cagar Budaya. Makam yang sunyi sepi berhias Rumah Gadang. Makam yang hanya dijaga oleh keturunan para pengawal setiaku, Apolos. Seorang sersan berdarah Maluku. Yang kujumpai dalam pengasingan Belanda di Ambon dulu.

#####

"Tuanku ...!" Sapaan lembut Apolos membuyarkan lamunanku. "Saatnya berbuka Tuanku. Silahkan menikmati hidangan masakan sederhana hamba, Tuanku!

Aku tersenyum ramah, "Tak perlu repot Apolos, cukup seteguk air pembatal puasaku. Mari bersiap untuk Magrib! Setelah sholat nanti marilah berbincang denganku."

"Baiklah Tuanku!" Ujar Apolos penuh khidmat.

Tak lama kemudian di bawah sinar cahaya purnama yang lembut Aku dan Apolos saling berhadapan. Berkisah banyak hal.

"Jika aku telah tiada nanti, teruskan syiar agama kita ini, Apolos . Rawatlah tempat ini dengan sebaik-baiknya. Jaga lah keluargamu. Sambunglah tali silaturahmi. Siapapun yang berkunjung kemari, mereka adalah saudaramu. Berpegang teguhlah selalu pada agama Allah. Suatu masa kita tak akan dijajah lagi oleh kaum kulit putih!" Nasehatku pada Apolos sambil terus memutar tasbih di tangan.

Berlalu pula sekian purnama. Aku tetap disini. Terkubur dalam pengasingan kompeni.

Berkunjunglah ke makamku berkeramik porselen putih. Melambangkan kesucian. Rasakan kesunyian yang mencekam. Sunyi. Terasing. Rasakan pedih hatiku terpisah dari tanah kelahiran. Bermunajat dalam kesendirian. Mengaji kalam ilahi. Hingga ajal menjemput.

Makam yang telah menjadi cagar budaya. Tapi tak terawat. Karena tak jelas siapa yang akan merawat dan mendanai. Apakah pemerintah Minahasa atau pemerintah tanah kelahiranku. Kadang hanya mengharap sumbangan dermawan, uang kertas bergambar diriku.

Ah sudahlah .... kirimi aku Al Fatihah dalam hening ciptamu.

Kenanglah selalu aku, pahlawan bersorban, seorang ulama pejuang. Yang terkubur dalam sepi tanah Sulawesi. Aku, Peto Syarif bergelar Tuanku Imam Bonjol.

...

Catatan.

Kurambik = senjata khas Minangkabau berbentuk pisau kecil melengkung.

Baju kurung basiba = baju kurung khas Ranah Minang.

Museum Imam Bonjol dibangun pada tahun 1990 di kecamatan Bonjol, kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatra Barat.

Cagar Budaya Makam Tuanku Imam Bonjol di Desa Lotta, kecamatan Pineleng, kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara.

Pasaman Barat , 21 Maret 2019

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Bangsa yang besar adalah bangsa tang menghargai jasa-jasa pahlawannya...

22 Mar
Balas

Betul sekali Bunda. Terima kasih Bunda. Barakallah

22 Mar



search

New Post