Tuanku Imam Bonjol
Tuanku Imam Bonjol
Pada batu landai ini seusai melaksanakan empat rakaat Ashar,aku merenung seorang diri. Memandang deras riak aliran sungai. Bertakbir, bertasbih, memuji kebesaran ilahi.
Entah telah berapa lama hari-hari berlalu. Kulalui dengan duduk sendiri di batu besar nan landai ini. Menghitung untain batu sasabiah bawaan dari Tanah Mekkah sekian tahun silam. Saat berhaji bersama Tuanku Nan Renceh.
Ah, perlahan kulangkahkan kaki. Menapak anak tangga. Menuju sebuah pondok beratap rumbia. Melanjutkan murojoah dan doa-doa. Sambil mengenang Ranah Minang. Sungguh rindu dengan tanah kelahiranku nan jauh disana, Bonjol, yang di lalui garis khatulistiwa.
"Sahur dulu Tuanku?" Sapaan pengawal setiaku, Apolos Minggu.
"Terima kasih, Apolos!" Sahut lembut. Aku masih ingin melanjutkan kaji melupakan bayang-bayang perang saudara antara kaum Adat dan kaum Padri yang penuh adu domba penjajah Belanda.
"Apolos, kalau aku wafat nanti, selenggarakan jenazahku secara agama kita. Teruslah syiarkan agama kita. Kisahkan cerita tentang aku dan Ranah yang kucinta. Mungkin suatu hari nanti pada suatu masa, anak keturunanmu akan bersua dengan keturananku dari Ranah Minang.
6 November 1876
Tuanku Imam Bonjol wafat di Minahasa, Sulawesi
Jauh dari sanak saudara dalam pembuangan Belanda.
*****
Belajar menulis cerita sejarah
Pasaman Barat, 29 Maret
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Tuanku Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, Teuku Umar maupun Patimura adalah tokoh yang harus kita teladani rasa kebangsaannya, meskipun mereka masih berjuang untuk daerah masing-masing.
Betul sekali Bapak. Terima kasih sudah mampir. Barakallah
Wah tulisan yang luar biasa, menulis sejarah dengan rangkaian kata nan indah
Alhamdulillah, masih belajar, Pak. Terima kasih sudah mampir. Barakallah
Barokallah ulasan sejarah yang mantul bu Fera
Alhamdulillah. Masih belajar, Pak. Terima kasih sudah mampir Pak. Barakallah
Tuanku Imam Bonjol, pahlawanku. Membayangkannya, hati sejuk dan damai. Salam sehat, bahagia, dan sukses selalu. Barakallah, Bunda Fera.
Iyesss Uthi. Pahlawan kebanggan kita. Terima kasih sudah mampir Uthi. Barakallah
Mantap my dear....terbayang bagaimana kerinduannya terhadap ranah minang....sehat selalu adekku
Merindu yg pedih dear uni solehaku. Thanks Uni. Barakallah
Jejak perjuangannya masih terasa sampai sekarang...
Thats true, Bunda. Thanks for coming. Barakallah